Sabtu, 06 Agustus 2011

Sistem Pengolahan Sampah Justru Menghasilkan Limbah B3


Alasan utama diperlukannya penentuan dan perhitungan jumlah timbulan sampah adalah untuk mendapatkan informasi serta data yang dapat digunakan sebagai dasar untuk perencanaan dan pengoperasian sistem pengelolaan persampahan terpadu yang efektif dan efesien. Teknologi pembakaran sampah dengan  menggunakan  insinerator  merupakan alternatif  yang sangat menarik dalam teknologi pengolahan  limbah, karena kemampuan teknologi ini dapat menurunkan volume dan  massa sampah secara cepat hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat) pada suhu tinggi (100̊̊̊̊̊̊̊ F - 1800̊ F), kemudian juga membutuhkan luas lahan yang lebih hemat. Teknologi ini sangat tepat diterapkan di kota-kota besar yang mana tingkat kepadatan penduduknya relatif tinggi, maka secara otomatis besar timbulan sampahnya pun semakin banyak dan memiliki masalah akan keterbatasan lahan untuk dijadikan tempat pembuangan akhir sampah.
Namun, pada kenyataannya teknologi pembakaran sampah menggunakan insinerator ini masih menyisakan persoalan berupa pencemaran udara akibat dari abu terbangnya dan residu sisa yang masih mengandung logam berat dan polutan organik. Polutan organik, dapat menyebabkan penyakit pernafasan. Ini karena kepekaan dari saluran nafas bagian bawah terutama alveoli terhadap debu meningkat. Kepekaan inilah yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas, hingga dapat menghambat aliran udara yang keluar masuk paru-paru dan akibatnya sesak nafas. Gas tertentu yang lepas ke udara dalam konsentrasi tertentu akan membunuh manusia. Berdasarkan penelitian, gas dan erosol yang sering menimbulkan gangguan pernafasan antara lain gas dari hidrokarbon, bahan kimiawi insektisida, serta gas dari pabrik plastik dan hasil pembakaran plastik. Kita ketahui bersama bahwa di Indonesia, masyarakat kebanyakan lebih suka menggunakan cara-cara instan dalam memenuhi kebutuhan dan keperluan hidup mereka, yang mana hal tersebut erat sekali kaitannya dengan kata “plastik”. Bayangkan saja, segala macam makanan-makanan instan di kemas dengan bahan plastik, belum lagi minuman-minuman botolnya, dan banyak lagi keperluan-keperluan kita yang terbuat dari plastik yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Dan semua itu akan menambah timbulan sampah terutama yang berasal dari plastik. Dibutuhkan waktu 1000 tahun agar plastik dapat terurai oleh tanah secara terdekomposisi atau terurai dengan sempurna. Ini adalah sebuah waktu yang sangat lama. Saat terurai, partikel-partikel plastik akan  mencemari tanah dan air tanah. Jika sampah-sampah tersebut dikelola dengan  teknologi insinerator, maka terjadilah pembakaran plastik  dan  jika pembakaran tidak sempurna maka terbentuklah produk pembakaran berupa gas buang yang mengandung polytetrafluorethylene, arsenic, timah hitam, antimony, fosgen, furan dan dioksin.  Fosgen, jika terhirup, dapat menimbulkan iritasi pada mukosa hidung. Sedangkan dioksin adalah istilah yang umum dipakai untuk salah satu keluarga bahan kimia beracun yang mempunyai struktur kimia yang mirip serta mekanisma peracunan yang sama. Keluarga bahan kimia beracun ini termasuk (a) Tujuh Polychlorinated Dibenzo Dioxins (PCDD); (b) Duabelas Polychlorinated Dibenzo Furans (PCDF); dan (c) Duabelas Polychlorinated Biphenyls (PCB). Dioksin termasuk kedalam kelas bahan yang bersifat carcinogen (yang menyebabkan kanker). Efek samping dioksin terhadap manusia adalah perubahan kode keturunan (marker) dari tingkat pertumbuhan awal dari hormon. Pada dosis yang lebih besar bisa mengakibatkan sakit kulit yang serius yang disebut `chloracne.' Dioksin di lingkungan dapat bertahan dengan waktu paro (waktu yang diperlukan sehingga jumlahnya tinggal separonya) sekitar tiga tahun, tetapi akibat yang telah ditunjukkannya karena masuknya dioksin dalam rantai makanan sangat mengerikan. Pengaruh dioksin pada manusia telah banyak menjadi perbincangan dalam dua dekade terakhir, bukan karena kesabilan dari dioksin tetapi disebabkan karena dioxin itu adalah suatu racun yang sangat kuat. Dioksin saat ini dipercaya sebagai senyawa yang paling beracun yang pernah ditemukan manusia, karena dapat menyebabkan kerusakan organ secara luas misalnya, gangguan fungsi hati, jantung, paru-paru, ginjal serta mengganggu fungsi metabolisme dan menyebabkan kerusakan pada sistem kekebalan tubuh. Pada percobaan terhadap binatang di laboratorium, dioksin menunjukkan carcinogenic (penyebab cancer ), teratogenic (penyebab kelahiran cacat) dan mutagenic (penyebab kerusakan genetic). Dari seluruh golongan senyawa dioksin yang paling beracun ialah senyawa 2,3,7,8-Tetra-Chloro-Dibenzo-para-Dioxin atau disingkat 2,3,7,8-TCDD yang menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) mempunyai nilai tingkat bahaya racun (TEF/Toxic Equivalency Factors) adalah 1 (satu) dan ini merupakan nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan Strychnine (racun tikus) hanya 1/2000 dan Sianida (banyak digunakan untuk meracuni ikan) yang hanya 1/150.000.
Sungguh sangat mengerikan, padahal awalnya adalah tindakan positif yaitu mengolah sampah untuk mengurangi timbunannya. Tetapi malah berakibat fatal jika gas buang dan abu terbangnya dibiarkan begitu saja. Untuk menghindari dampak-dampak negatif yang dihasilkan oleh gas buang dan abu terbang tersebut adalah mengisolasi logam berat tersebut dengan cara mengolah kembali abu buang, salah satunya melalui suatu proses vitrifikasi yang mana mengubah abu menjadi bahan baku gelas. Dari sejumlah studi ditemukan bahwa proses vitrifikasi dikenal sangat efektif dalam menurunkan polutan organik dan logam berat. Meskipun begitu, sebenarnya cara terbaik adalah kesadaran masyarakat dalam menangani permasalahan sampah itu sendiri, walaupun telah kita ketahiu bersama bahwa permasalahan tentang sampah tidak akan ada habis-habisnya. Tetapi harus ada usaha dari kita untuk menjaga lingkungan, mulailah mengubah pola penanganan sampah menjadi sistem pengelolaan sampah terpadu (Integrated Solid Waste Management), yaitu pengurangan-pemilahan-pengumpulan-pemanfaatan-pengangkutan-pengolahan. Dengan konsep baru ini penanganan urusan sampah diatur mulai dari hulu sampai hilir atau dari sumber sampah hingga ke tempat pemrosesan akhir sampah dengan mengutamakan pendekatan pengurangan timbulan sampah dan perbaikan teknologi pengolahan akhir sampah.

_nisa enviro'10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar