Minggu, 23 Oktober 2011

Polutan Banjarmasin Terbang Hujan Asam pun Datang


Hujan merupakan bagian dari siklus hidrologi, air laut dan sebagian air di daratan menguap membentuk uap air yang terangkat dan ter­bawa angin di atmosfer, kemudian mengem­bun dan akhirnya jatuh ke daratan atau laut sebagai air hujan. Air hujan yang jatuh ke daratan sebagian akan diserap tanaman, se­bagian lainnya menguap kembali ke atmos­fer, selebihnya mengalir di permukaan tanah lalu masuk ke sungai dan mengalir menuju ke laut, dan lainnya meresap ke dalam tanah.
Hujan dapat berwujud cairan, salju, dan hujan es atau aerosol seperti embun dan kabut. Hu­jan dalam bentuk kabut sering ditemukan di dataran tinggi atau daerah pegunungan. Hujan secara alami bersifat asam dengan pH sedikit di bawah 6 dan karbondioksida (CO2) di udara terbawa dan larut dalam air hujan membentuk asam lemah. Jenis asam ini sangat bermanfaat karena membantu melarutkan mi­neral dalam tanah yang dibutuhkan oleh tum­buhan dan binatang. Air hujan dengan pH < 5,6 didefinisikan sebagai hujan asam.
            Hujan asam dapat disebabkan oleh proses alam, misalnya emisi gas gunung api dan aktivitas manusia. Dalam tulisan akan di­bahas hujan asam akibat aktivitas manusia. Umumnya hujan asam yang disebabkan oleh aktivitas manusia seperti industri, pembangkit listrik, kendaraan bermotor, dan pabrik pengolahan pupuk untuk pertanian (terutama amonia). Gas-gas yang dihasilkan oleh proses ini dapat terbawa angin hingga ratusan kilometer di atmosfer sebelum berubah menjadi asam dan jatuh ke bumi.
            Hujan yang turun tidak merata terlihat melalui awan hitam yang tampak menutupi sebagian wilayah Kota Banjarmasin. Intensitas hujan di sejumlah daerah di Indonesia hingga saat ini tidak menentu dan belum merata.
            Jika lahan di Banjarmasin berubah fungsi dari daerah resapan air menjadi pemukiman, kemudian sungai-sungai Banjarmasin tertutupi sampah, tercemar dan berubah menjadi pemukiman, maka tidak mustahil penduduk Kota Banjarmasin di masa yang akan datang mengalami keku­rangan sumber air bersih. Untuk mengatasi hal tersebut, salah satu alternatif untuk menggan­tikannya adalah menggunakan air hujan. Teta­pi dengan banyaknya kegiatan industri di wi­layah Banjarmasin dan sekitarnya saat sekarang ini, menyebabkan pencemaran udara dan dapat mempengaruhi kualitas air hujan. Selain itu polusi kendaraan bermotor juga berperan aktif dalam mempengaruhi penurunan kualitas air hujan di kota Banjarmasin.
                Turunnya kualitas air hujan yang berlangsung terus menerus dapat menjadikannya sebagai hujan asam yang sering disebut-sebut dapat menbawa pengaruh negatif terhadap kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Hujan asam adalah hujan dengan pH air kurang dari 5,7. Hujan asam biasanya terjadi karena adanya peningkatan kadar asam nitrat dan sulfat dalam polusi udara. Hal ini biasanya terjadi karena peningkatan emisi sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen oksida (NOx) di atmosfer. Polutan asam yang dapat menyebabkan hujan asam adalah polutan bahan bakar fosil (misalnya, minyak, batu bara, dll) yang ditemukan dalam kadar tinggi dari knalpot mesin pembakaran internal (misalnya, knalpot kendaraan bermotor). Seperti yang kita lihat pada kenyataan di lapangan, kota Banjarmasin yang dikenal sebagai kota seribu sungai kini sepertinya berubah nama menjadi kota seribu ruko dan seribu baliho. Selain itu pula yang melengkapi keterpurukan lingkungan kota Banjarmasin adalah lebih dari seribu juta pulutan beterbangan seakan-akan ikut ambil bagian dalam meramaikan lalu lintas kota Banjarmasin.
            Tentu saja tidak luput di dalam pulutan tersebut terkandung gas-gas tercemar yang berbahaya. Hujan asam terjadi ketika gas-gas yang tercemar menjadi terjebak di dalam awan. Awan bisa melayang hingga ratusan bahkan ribuan kilometer sebelum akhirnya melepaskan hujan asam. Hujan asam biasanya sulit dibedakan dari hujan air biasa karena warna dan rasanya hampir sama. Tapi kulit bisa merasakan hujan asam jika air hujan yang mengenai kulit langsung membuat gatal-gatal, memerah. Untuk orang dengan kekebalan tubuh rendah akan langsung mengalami pusing.
            Mungkin, sebagian orang menganggap hal ini adalah hal yang sepele karena belum pernah merasakannya langsung, dan dikarenakan penyebabnya berasal dari hal yang kecil. Namun, perlu diketahui seberapa besarnya bahaya hujan asam bagi manusia. Bahaya yang dirasakan oleh manusia tidak terjadi secara langsung, bahkan untuk beberapa orang yang tidak terlalu sensitif dengan perubahan pH, berenang di kolam yang sudah tercemar hujan asam tidak akan menyebabkan efek langsung. Tapi polusi yang menyebabkan hujan asam yaitu sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen oksida (NOx) dapat membahayakan dan merusak kesehatan manusia. Gas-gas ini di atmosfer berinteraksi untuk membentuk sulfat halus dan partikel nitrat yang dapat dibawa hingga jarak yang jauh oleh angin dan terhirup jauh ke dalam paru-paru manusia.
Partikel halus juga bisa menembus ruangan. Banyak studi ilmiah telah mengidentifikasi hubungan antara peningkatan kadar partikel halus dan peningkatan penyakit dan kematian dini karena gangguan jantung dan paru-paru, seperti asma dan bronkitis. Sedangkan efek ekologi hujan asam paling jelas terlihat pada pohon, danau, sungai, hutan dan hewan. Bahkan bangunan bisa mengalami efek korosif karena hujan asam, yang dapat merusak komponen pembangkit listrik, pabrik dan kendaraan bermotor.
Hujan asam dapat membunuh beberapa spesies ikan yang rentan dengan perubahan pH air dan menurunkan keragaman hayati. Selain itu, untuk pH rendah juga dapat meningkatkan level aluminium di dalam air yang dapat membuat ikan stres kronis dan keracunan. Beberapa jenis tanaman dan hewan mungkin dapat menoleransi air yang asam. Namun bagi tanaman dan hewan yang sensitif, terutama spesies yang masih muda, hujan asam dapat membunuhnya.
Meskipun kota Banjarmasin sebenarnya belum dapat dikatakan mengalami hujan asam, tetapi kota Banjarmasin sudah mengalami penurunan kulaitas air hujan, yang artinya hal tersebut sudah menjurus dan mengundang datangnya hujan asam ke kota tercinta kita tersebut. Maka, perlunya kesadaran warga masyarakat untuk terus dan tetap memperhatikan hal tersebut. Mengurangi dan memulai hal tersebut dari diri sendiri serta mulailah peduli terhadap lingkungan kita.







Sabtu, 06 Agustus 2011

Acid Rain


Istilah Hujan asam pertama kali diperkenalkan oleh Angus Smith ketika ia menulis tentang polusi industri di Inggris (Anonim, 2001). Tetapi istilah hujan asam tidaklah tepat, yang benar adalah deposisi asam.
Deposisi asam ada dua jenis, yaitu deposisi kering dan deposisi basah. Deposisi kering ialah peristiwa terkenanya benda dan mahluk hidup oleh asam yang ada dalam udara. Ini dapat terjadi pada daerah perkotaan karena pencemaran udara akibat kendaraan maupun asap pabrik. Selain itu deposisi kering juga dapat terjadi di daerah perbukitan yang terkena angin yang membawa udara yang mengandung asam. Biasanya deposisi jenis ini terjadi dekat dari sumber pencemaran.
Deposisi basah ialah turunnya asam dalam bentuk hujan. Hal ini terjadi apabila asap di dalam udara larut di dalam butir-butir air di awan. Jika turun hujan dari awan tadi, maka air hujan yang turun bersifat asam. Deposisi asam dapat pula terjadi karena hujan turun melalui udara yang mengandung asam sehingga asam itu terlarut ke dalam air hujan dan turun ke bumi.
Hujan pada dasarnya memiliki tingkat keasaman berkisar pH 5, apabila hujan terkontaminasi dengan karbon dioksida dan gas klorine yang bereaksi serta bercampur di atmosphere sehingga tingkat keasaman lebih rendah dari pH 5, disebut dengan hujan asam.
Pada dasarnya Hujan asam disebabkan oleh 2 polutan udara, Sulfur Dioxide (SO2) dan nitrogen oxides (NOx) yang keduanya dihasilkan melalui pembakaran. Akan tetapi sekitar 50% SO2 yang ada di atmosfer diseluruh dunia terjadi secara alami, misalnya dari letusan gunung berapi maupun kebakaran hutan secara alami. Sedangkan 50% lainnya berasal dari kegiatan manusia, misalnya akibat pembakaran BBF, peleburan logam dan pembangkit listrik. Minyak bumi mengadung belerang antara 0,1% sampai 3% dan batubara 0,4% sampai 5%. Waktu BBF di bakar, belerang tersebut beroksidasi menjadi belerang dioksida (SO2) dan lepas di udara. Oksida belerang itu selanjutnya berubah menjadi asam sulfat (Soemarwoto O, 1992).
Terjadinya hujan asam harus diwaspadai karena dampak yang ditimbulkan bersifat global dan dapat menggangu keseimbangan ekosistem. Hujan asam memiliki dampak tidak hanya pada lingkungan biotik, namun juga pada lingkungan abiotik. Usaha untuk mengendalikan deposisi asam ialah menggunakan bahan bakar yang mengandung sedikit zat pencemar, menghindari terbentuknya zat pencemar saar terjadinya pembakaran, menangkap zat pencemar dari gas buangan dan penghematan energi.

_nisa enviro'10

Global Warming

ERK adalah salah satu fenomena dimana gelombang pendek radiasi matahari menembus atmosfer dan berubah menjadi gelombang panjang mencapai permukaan bumi. Setelah mencapai permukaan bumi, sebagian gelombang tersebut dipantulkan kembali ke atmosfer. Namun tidak seluruh gelombang yang dipantulkan itu dilepaskan ke angkasa luar. Sebagian gelombang panjang dipantulkan kembali oleh lapisan gas rumah kaca di atmosfer ke permukaan bumi. Proses ini dapat berlangsung berulang kali, sementara gelombang yang masuk juga terus menerus bertambah. Akibatnya, terjadi akumulasi panas di atmosfer.
Gas rumah kaca ( seperti : CO2, CH4, N2O, HFCS, PFCS, dan SF6) dihasilkan dari kegiatan pembakaran bahan bakar fosil, mulai dari memasak sampai Pembangkit Listrik. Karena kegiatan tersebut sangat umum dilakukan manusia, maka seiring dengan meningkatnya populasi manusia, konsentrasi Gas rumah kaca (GRK) pun meningkat. Akibatnya, semakin banyak sinar yang terperangkap di dalam bumi. Perubahan iklim berubah secara perlahan tapi pasti. Suhu permukaan bumi pun memanas. Panas ini kita kenal sebagai pemanasan global (Global warming). Secara hitungan ekonomis, global warming merugikan dunia sebanyak 5 triliun dollar AS. Pemanasan global dapat dicegah dengan menimbulkan efek rumah kaca, penggunaan gas-gas tersebut untuk mensitesis bahan yang berguna, dan penanaman pohon pada daerah-daerah yang gundul dan gersang.

-nisa enviro' 10

Sistem Pengolahan Sampah Justru Menghasilkan Limbah B3


Alasan utama diperlukannya penentuan dan perhitungan jumlah timbulan sampah adalah untuk mendapatkan informasi serta data yang dapat digunakan sebagai dasar untuk perencanaan dan pengoperasian sistem pengelolaan persampahan terpadu yang efektif dan efesien. Teknologi pembakaran sampah dengan  menggunakan  insinerator  merupakan alternatif  yang sangat menarik dalam teknologi pengolahan  limbah, karena kemampuan teknologi ini dapat menurunkan volume dan  massa sampah secara cepat hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat) pada suhu tinggi (100̊̊̊̊̊̊̊ F - 1800̊ F), kemudian juga membutuhkan luas lahan yang lebih hemat. Teknologi ini sangat tepat diterapkan di kota-kota besar yang mana tingkat kepadatan penduduknya relatif tinggi, maka secara otomatis besar timbulan sampahnya pun semakin banyak dan memiliki masalah akan keterbatasan lahan untuk dijadikan tempat pembuangan akhir sampah.
Namun, pada kenyataannya teknologi pembakaran sampah menggunakan insinerator ini masih menyisakan persoalan berupa pencemaran udara akibat dari abu terbangnya dan residu sisa yang masih mengandung logam berat dan polutan organik. Polutan organik, dapat menyebabkan penyakit pernafasan. Ini karena kepekaan dari saluran nafas bagian bawah terutama alveoli terhadap debu meningkat. Kepekaan inilah yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas, hingga dapat menghambat aliran udara yang keluar masuk paru-paru dan akibatnya sesak nafas. Gas tertentu yang lepas ke udara dalam konsentrasi tertentu akan membunuh manusia. Berdasarkan penelitian, gas dan erosol yang sering menimbulkan gangguan pernafasan antara lain gas dari hidrokarbon, bahan kimiawi insektisida, serta gas dari pabrik plastik dan hasil pembakaran plastik. Kita ketahui bersama bahwa di Indonesia, masyarakat kebanyakan lebih suka menggunakan cara-cara instan dalam memenuhi kebutuhan dan keperluan hidup mereka, yang mana hal tersebut erat sekali kaitannya dengan kata “plastik”. Bayangkan saja, segala macam makanan-makanan instan di kemas dengan bahan plastik, belum lagi minuman-minuman botolnya, dan banyak lagi keperluan-keperluan kita yang terbuat dari plastik yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Dan semua itu akan menambah timbulan sampah terutama yang berasal dari plastik. Dibutuhkan waktu 1000 tahun agar plastik dapat terurai oleh tanah secara terdekomposisi atau terurai dengan sempurna. Ini adalah sebuah waktu yang sangat lama. Saat terurai, partikel-partikel plastik akan  mencemari tanah dan air tanah. Jika sampah-sampah tersebut dikelola dengan  teknologi insinerator, maka terjadilah pembakaran plastik  dan  jika pembakaran tidak sempurna maka terbentuklah produk pembakaran berupa gas buang yang mengandung polytetrafluorethylene, arsenic, timah hitam, antimony, fosgen, furan dan dioksin.  Fosgen, jika terhirup, dapat menimbulkan iritasi pada mukosa hidung. Sedangkan dioksin adalah istilah yang umum dipakai untuk salah satu keluarga bahan kimia beracun yang mempunyai struktur kimia yang mirip serta mekanisma peracunan yang sama. Keluarga bahan kimia beracun ini termasuk (a) Tujuh Polychlorinated Dibenzo Dioxins (PCDD); (b) Duabelas Polychlorinated Dibenzo Furans (PCDF); dan (c) Duabelas Polychlorinated Biphenyls (PCB). Dioksin termasuk kedalam kelas bahan yang bersifat carcinogen (yang menyebabkan kanker). Efek samping dioksin terhadap manusia adalah perubahan kode keturunan (marker) dari tingkat pertumbuhan awal dari hormon. Pada dosis yang lebih besar bisa mengakibatkan sakit kulit yang serius yang disebut `chloracne.' Dioksin di lingkungan dapat bertahan dengan waktu paro (waktu yang diperlukan sehingga jumlahnya tinggal separonya) sekitar tiga tahun, tetapi akibat yang telah ditunjukkannya karena masuknya dioksin dalam rantai makanan sangat mengerikan. Pengaruh dioksin pada manusia telah banyak menjadi perbincangan dalam dua dekade terakhir, bukan karena kesabilan dari dioksin tetapi disebabkan karena dioxin itu adalah suatu racun yang sangat kuat. Dioksin saat ini dipercaya sebagai senyawa yang paling beracun yang pernah ditemukan manusia, karena dapat menyebabkan kerusakan organ secara luas misalnya, gangguan fungsi hati, jantung, paru-paru, ginjal serta mengganggu fungsi metabolisme dan menyebabkan kerusakan pada sistem kekebalan tubuh. Pada percobaan terhadap binatang di laboratorium, dioksin menunjukkan carcinogenic (penyebab cancer ), teratogenic (penyebab kelahiran cacat) dan mutagenic (penyebab kerusakan genetic). Dari seluruh golongan senyawa dioksin yang paling beracun ialah senyawa 2,3,7,8-Tetra-Chloro-Dibenzo-para-Dioxin atau disingkat 2,3,7,8-TCDD yang menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) mempunyai nilai tingkat bahaya racun (TEF/Toxic Equivalency Factors) adalah 1 (satu) dan ini merupakan nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan Strychnine (racun tikus) hanya 1/2000 dan Sianida (banyak digunakan untuk meracuni ikan) yang hanya 1/150.000.
Sungguh sangat mengerikan, padahal awalnya adalah tindakan positif yaitu mengolah sampah untuk mengurangi timbunannya. Tetapi malah berakibat fatal jika gas buang dan abu terbangnya dibiarkan begitu saja. Untuk menghindari dampak-dampak negatif yang dihasilkan oleh gas buang dan abu terbang tersebut adalah mengisolasi logam berat tersebut dengan cara mengolah kembali abu buang, salah satunya melalui suatu proses vitrifikasi yang mana mengubah abu menjadi bahan baku gelas. Dari sejumlah studi ditemukan bahwa proses vitrifikasi dikenal sangat efektif dalam menurunkan polutan organik dan logam berat. Meskipun begitu, sebenarnya cara terbaik adalah kesadaran masyarakat dalam menangani permasalahan sampah itu sendiri, walaupun telah kita ketahiu bersama bahwa permasalahan tentang sampah tidak akan ada habis-habisnya. Tetapi harus ada usaha dari kita untuk menjaga lingkungan, mulailah mengubah pola penanganan sampah menjadi sistem pengelolaan sampah terpadu (Integrated Solid Waste Management), yaitu pengurangan-pemilahan-pengumpulan-pemanfaatan-pengangkutan-pengolahan. Dengan konsep baru ini penanganan urusan sampah diatur mulai dari hulu sampai hilir atau dari sumber sampah hingga ke tempat pemrosesan akhir sampah dengan mengutamakan pendekatan pengurangan timbulan sampah dan perbaikan teknologi pengolahan akhir sampah.

_nisa enviro'10

first posting ;)

...welcome to enviro blog, ^_^
untuk postingan pertama, akan ada sedikit tentang bio saya..
..
hallo,
saya Nisa, mahasiswi fakultas Teknik di Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru program studi Teknik Lingkungan,
..manis, sederhana, murah senyum, rajin menabung, dan membuang sampah pada tempatnya,
[hahahahaa... :D, *just kid]
oke,
mari belajar bersama tentang lingkungan, berbagi informasi dan GO GREEN..!!